SEJARAH KEBUDAYAAN DAN PENDIDIKAN MESIR
Pendidikan dan Kebudayaan
Jasa terpenting yang disumbangkan
Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang
pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti
Fatimiyah, Mesir khususnya Cairo, telah menjadi pusat intelektual muslim
dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar
(universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada
tanggal 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting
dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa selanjutnya, selama
berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat
pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia.
Tumbuhnya
Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang
sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan. Seorang
khalifah dari Dinasti Fatimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul
Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada
masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom
besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan
optik. Selain itu ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang
menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada
tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di
istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan
berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah
ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke
seluruh dunia Islam.
Pada zaman modern terutama dengan ekspansi
Napoleon ke Mesir (1798), umat Islam bangun dari tidurnya dan menyadari
keterbelakangannya. Muhammad Ali (penguasa Mesir tahun 1805-1849)
bertekad untuk mengadakan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat
ke dunia Islam melalui Mesir. Untuk itu ia mengirim mahasiswa untuk
belajar ke Perancis. Setelah kembali ke Mesir, mereka menjadi guru di
berbagai universitas, terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan
mahasiswa dari berbagai negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan
demikian menyebarlah ilmu-ilmu itu ke berbagai daerah Islam. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
Jasa terpenting yang disumbangkan
Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang
pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti
Fatimiyah, Mesir khususnya Cairo, telah menjadi pusat intelektual muslim
dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar
(universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada
tanggal 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting
dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa selanjutnya, selama
berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat
pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia.
Tumbuhnya
Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang
sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan. Seorang
khalifah dari Dinasti Fatimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul
Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada
masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom
besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan
optik. Selain itu ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang
menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada
tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di
istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan
berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah
ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke
seluruh dunia Islam.
Pada zaman modern terutama dengan ekspansi
Napoleon ke Mesir (1798), umat Islam bangun dari tidurnya dan menyadari
keterbelakangannya. Muhammad Ali (penguasa Mesir tahun 1805-1849)
bertekad untuk mengadakan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat
ke dunia Islam melalui Mesir. Untuk itu ia mengirim mahasiswa untuk
belajar ke Perancis. Setelah kembali ke Mesir, mereka menjadi guru di
berbagai universitas, terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan
mahasiswa dari berbagai negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan
demikian menyebarlah ilmu-ilmu itu ke berbagai daerah Islam. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
Jasa terpenting yang disumbangkan
Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang
pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti
Fatimiyah, Mesir khususnya Cairo, telah menjadi pusat intelektual muslim
dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar
(universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada
tanggal 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting
dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa selanjutnya, selama
berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat
pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia.
Tumbuhnya
Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang
sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan. Seorang
khalifah dari Dinasti Fatimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul
Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada
masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom
besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan
optik. Selain itu ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang
menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada
tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di
istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan
berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah
ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke
seluruh dunia Islam.
Pada zaman modern terutama dengan ekspansi
Napoleon ke Mesir (1798), umat Islam bangun dari tidurnya dan menyadari
keterbelakangannya. Muhammad Ali (penguasa Mesir tahun 1805-1849)
bertekad untuk mengadakan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat
ke dunia Islam melalui Mesir. Untuk itu ia mengirim mahasiswa untuk
belajar ke Perancis. Setelah kembali ke Mesir, mereka menjadi guru di
berbagai universitas, terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan
mahasiswa dari berbagai negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan
demikian menyebarlah ilmu-ilmu itu ke berbagai daerah Islam. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan
Jasa terpenting yang disumbangkan
Mesir bagi kemajuan umat Islam adalah hasil kegiatannya dalam bidang
pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan. Sejak masa pemerintahan Dinasti
Fatimiyah, Mesir khususnya Cairo, telah menjadi pusat intelektual muslim
dan kegiatan ilmiah dunia Islam. Pendirian Universitas al-Azhar
(universitas tertua di dunia) oleh Jauhar al-Katib as-Siqilli pada
tanggal 7 Ramadhan 361 (22 Juni 972) memainkan peranan yang penting
dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa selanjutnya, selama
berabad-abad universitas itu menjadi pusat pendidikan Islam dan tempat
pertemuan puluhan ribu mahasiswa muslim yang datang dari seluruh dunia.
Tumbuhnya
Mesir sebagai pusat ilmu keislaman didukung oleh para penguasanya yang
sepanjang sejarah menaruh minat besar terhadap ilmu pengetahuan. Seorang
khalifah dari Dinasti Fatimiyah, al-Hakim (996-1021) mendirikan Darul
Hikmah, yakni pusat pengajaran ilmu kedokteran dan ilmu astronomi. Pada
masa inilah muncul Ibnu Yunus (348-399 H./958-1009 M.) seorang astronom
besar dan Ibnu Haitam (354-430 H./965-1039 M.) seorang tokoh fisika dan
optik. Selain itu ia mendirikan Daar al-'Ilm, suatu perpustakaan yang
menyediakan jutaan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Pada
tahun 1013 al-Hakim membentuk Majelis Ilmu (Lembaga Seminar) di
istananya, tempat berkumpulnya sejumlah ilmuwan untuk mendiskusikan
berbagai cabang ilmu. Kegiatan ilmiah ini ternyata memunculkan sejumlah
ilmuwan besar Mesir yang pikiran dan karya-karyanya berpengaruh ke
seluruh dunia Islam.
Pada zaman modern terutama dengan ekspansi
Napoleon ke Mesir (1798), umat Islam bangun dari tidurnya dan menyadari
keterbelakangannya. Muhammad Ali (penguasa Mesir tahun 1805-1849)
bertekad untuk mengadakan alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat
ke dunia Islam melalui Mesir. Untuk itu ia mengirim mahasiswa untuk
belajar ke Perancis. Setelah kembali ke Mesir, mereka menjadi guru di
berbagai universitas, terutama di Universitas al-Azhar, tempat ribuan
mahasiswa dari berbagai negara Islam menimba ilmu pengetahuan. Dengan
demikian menyebarlah ilmu-ilmu itu ke berbagai daerah Islam.
SEJARAH NEGARA MESIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar